11 October 2013

Sejarah Peradah Indonesia


Bhinneka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrwa,
Sejak diakui secara resmi keberadaan umat Hindu di Indonesia oleh pemerintah pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, sampai dengan berdirinya suatu majelis tertinggi Agama Hindu yang disebut dengan nama Parisada Hindu Dharma pada tahun 1959, umat Hindu Indonesia belum memiliki organisasi kemasyarakatan (ormas) skala nasional.

Sedangkan kebutuhan akan hadirnya ormas nasional bernafaskan Hindu sangat dibutuhkan mengingat perkembangan popuasi umat di seluruh Nusantara. Baik yang menyebar dan berasal dari Pulau Bali maupun penduduk asli yang menyatakan diri secara formal sebagai umat yang beragama Hindu. Berkaitan dengan hal tersebut mereka membutuhan pembinaan dan pendidikan dalam hal dharma agama, dan untuk menjadi tali perekat dalam memberikan kontribusi bagi komunitas dan bangsa serta negara.

Pranata sosial yang ada dalam komunitas umat Hindu sebagai suatu organisasi kemasyarakatan masih bersifat lokal. Tuntutan sebagai warga masyarakat dan warga bangsa yang memiliki semangat pengabdian cukup tinggi ingin turut serta berpartisipasi aktif secara kolektif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Dorongan untuk membentuk organisasi kemasyarakatan tingkat nasional semakin tinggi dan bangkit hampir di seluruh wilayah pemukiman umat Hindu di bumi Nusantara ini, yang semula secara sporadis, baik di kota-kota besar, kampus-kampus, di desa-desa di wilayah pemukiman transmigrasi, dan lain sebagainya yang mereka wujudkan dalam pelbagai bentuk organisasi seperti kelompok diskusi, organisasi suka duka krama banjar, dan lembaga-lembaga sosial yang sifatnya masih lokal.

Mengingat adanya dorongan yang kuat, pada bulan September 1983 beberapa cendekiawan, mahasiswa, dan generasi muda Hindu di Yogyakarta telah beberapa kali mengadakan pertemuan untuk mewujudkan sebuah organisasi yang meliputi komponen-komponen cendekiawan, mahasiswa, dan Pemuda Hindu Dharma bertaraf nasional. Pertemuan September dilanjutkan pada bulan Oktober 1983, dan menghasilkan suatu keputusan bahwa akan diadakan usaha penjajakan bagi pembentukan sebuah Organisasi Kemasyarakatan Hindu tingkat nasional yang disebut sebagai Sarasehan Pembentukan/Formatur Ormas Hindu Dharma Tingkat Nasional.

Sarasehan tersebut dilaksanakan pada tanggal 19 dan 20 Nopember 1983, yang diakhiri dengan sebuah IKRAR yang ditandatangani oleh 150 orang termasuk Drs. I.B Oka Puniatmaja (Parisada), drg. Willi Pradnya Surya (DKI Jakarta), I.B Suandha Wesnawa,SH (Bali), I Wayan Sudirtha,SH (DKI Jakarta), I Ketut Renes (DKI Jakarta), IKA Sudiasna (Bandung), Agung K. Putra Ambara (Bandung), dan K. Sudana,SM.Hk (Bandung). Bunyi IKRAR tersebut sebagai berikut :


Om swastiastu


Kami Umat Hindu yang mewakili komponen-komponen pemuda, mahasiswa, dan cendekiawan dari seluruh indonesia, berikrar :

Sepakat membentuk organisasi kemasyarakatan tingkat nasional sebagai satu wadah kegiatan dalam melaksanakan Dharma Agama dan Dharma Negara, yang berasas tunggal : Pancasila.


Dalam merealisasikan tujuan tersebut di atas, kami menyiapkan diri untuk menyelenggarakan munas (mahasabha), sebagai tindak lanjut dari kesepakatan ini, di Yogyakarta. Semoga sang hyang widhi wasa/tuhan yang maha esa asung kertha wara nugraha atas kesepakatan dan kelanjutan tindakan kami bersama ini.


Om çanti, çanti, çanti om.


Nama Peradah Indonesia
Nama ini diilhami oleh 3 hal:
1. “Mpu Bharadah”
seorang puruhita yang sangat terkenal, dalam sejarah Jawa Timur menyeesaikan permasalahan yang terjadi antara Kediri dan Daha.
2. “Perada”
Warna kuning keemasan yang diyakini sebagai warna agung khususnya di Bali.
3.”Anak Polah Bapa Keperadah”
Slogan Jawa yang terkenal sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang dituakan atau leluhur.
 Ketua Umum Organisasi Berdasarkan Perioda
1. I Gusti Ketut Gede  Suena (1984 – 1989)
2. Dra. Sylvia Ratnawati (1989-1993, 1993-1997)
3. Gusti Putu Ngurah Wirawan (1997-2000, 2000-2003)
4. Ketut Suratha Arsana (2003-2006)
5. Nyoman Agus Asrama (2006-2009)
6. Komang Adi Setiawan (2009-2012)


Sumber: LKPP