Sejak diakui secara resmi keberadaan umat Hindu di Indonesia oleh
pemerintah pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, sampai
dengan berdirinya suatu majelis tertinggi Agama Hindu yang disebut
dengan nama Parisada Hindu Dharma pada tahun 1959, umat Hindu Indonesia
belum memiliki organisasi kemasyarakatan (ormas) skala nasional.
Sedangkan kebutuhan akan hadirnya ormas nasional bernafaskan Hindu
sangat dibutuhkan mengingat perkembangan popuasi umat di seluruh
Nusantara. Baik yang menyebar dan berasal dari Pulau Bali maupun
penduduk asli yang menyatakan diri secara formal sebagai umat yang
beragama Hindu. Berkaitan dengan hal tersebut mereka membutuhan
pembinaan dan pendidikan dalam hal dharma agama, dan untuk menjadi tali
perekat dalam memberikan kontribusi bagi komunitas dan bangsa serta
negara.
Pranata sosial yang ada dalam komunitas umat Hindu sebagai suatu
organisasi kemasyarakatan masih bersifat lokal. Tuntutan sebagai warga
masyarakat dan warga bangsa yang memiliki semangat pengabdian cukup
tinggi ingin turut serta berpartisipasi aktif secara kolektif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Dorongan untuk membentuk organisasi kemasyarakatan tingkat nasional
semakin tinggi dan bangkit hampir di seluruh wilayah pemukiman umat
Hindu di bumi Nusantara ini, yang semula secara sporadis, baik di
kota-kota besar, kampus-kampus, di desa-desa di wilayah pemukiman
transmigrasi, dan lain sebagainya yang mereka wujudkan dalam pelbagai
bentuk organisasi seperti kelompok diskusi, organisasi suka duka krama
banjar, dan lembaga-lembaga sosial yang sifatnya masih lokal.
Mengingat adanya dorongan yang kuat, pada bulan September 1983
beberapa cendekiawan, mahasiswa, dan generasi muda Hindu di Yogyakarta
telah beberapa kali mengadakan pertemuan untuk mewujudkan sebuah
organisasi yang meliputi komponen-komponen cendekiawan, mahasiswa, dan
Pemuda Hindu Dharma bertaraf nasional. Pertemuan September dilanjutkan
pada bulan Oktober 1983, dan menghasilkan suatu keputusan bahwa akan
diadakan usaha penjajakan bagi pembentukan sebuah Organisasi
Kemasyarakatan Hindu tingkat nasional yang disebut sebagai Sarasehan
Pembentukan/Formatur Ormas Hindu Dharma Tingkat Nasional.
Sarasehan tersebut dilaksanakan pada tanggal 19 dan 20 Nopember 1983,
yang diakhiri dengan sebuah IKRAR yang ditandatangani oleh 150 orang
termasuk Drs. I.B Oka Puniatmaja (Parisada), drg. Willi Pradnya Surya
(DKI Jakarta), I.B Suandha Wesnawa,SH (Bali), I Wayan Sudirtha,SH (DKI
Jakarta), I Ketut Renes (DKI Jakarta), IKA Sudiasna (Bandung), Agung K.
Putra Ambara (Bandung), dan K. Sudana,SM.Hk (Bandung). Bunyi IKRAR
tersebut sebagai berikut :
Om swastiastu
Kami Umat Hindu yang mewakili
komponen-komponen pemuda, mahasiswa, dan cendekiawan dari seluruh indonesia,
berikrar :
Sepakat membentuk organisasi kemasyarakatan
tingkat nasional sebagai satu wadah kegiatan dalam melaksanakan Dharma Agama dan
Dharma Negara, yang berasas tunggal : Pancasila.
Dalam merealisasikan tujuan tersebut di atas,
kami menyiapkan diri untuk menyelenggarakan munas (mahasabha), sebagai tindak
lanjut dari kesepakatan ini, di Yogyakarta. Semoga sang hyang widhi wasa/tuhan
yang maha esa asung kertha wara nugraha atas kesepakatan dan kelanjutan
tindakan kami bersama ini.
Om çanti, çanti, çanti om.
Nama Peradah Indonesia
Nama ini diilhami oleh 3 hal:
1. “Mpu Bharadah”
seorang puruhita yang sangat terkenal, dalam sejarah Jawa Timur menyeesaikan permasalahan yang terjadi antara Kediri dan Daha.
2. “Perada”
Warna kuning keemasan yang diyakini sebagai warna agung khususnya di Bali.
1. “Mpu Bharadah”
seorang puruhita yang sangat terkenal, dalam sejarah Jawa Timur menyeesaikan permasalahan yang terjadi antara Kediri dan Daha.
2. “Perada”
Warna kuning keemasan yang diyakini sebagai warna agung khususnya di Bali.
3.”Anak Polah Bapa Keperadah”
Slogan Jawa yang terkenal sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang dituakan atau leluhur.
Slogan Jawa yang terkenal sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang dituakan atau leluhur.
Ketua Umum Organisasi Berdasarkan Perioda
1. I Gusti Ketut Gede Suena (1984 – 1989)
2. Dra. Sylvia Ratnawati (1989-1993, 1993-1997)
3. Gusti Putu Ngurah Wirawan (1997-2000, 2000-2003)
4. Ketut Suratha Arsana (2003-2006)
5. Nyoman Agus Asrama (2006-2009)
6. Komang Adi Setiawan (2009-2012)
2. Dra. Sylvia Ratnawati (1989-1993, 1993-1997)
3. Gusti Putu Ngurah Wirawan (1997-2000, 2000-2003)
4. Ketut Suratha Arsana (2003-2006)
5. Nyoman Agus Asrama (2006-2009)
6. Komang Adi Setiawan (2009-2012)
Sumber: LKPP